Ternyata ketulusan itu masih ada
Ternyata ketulusan itu masih ada
Saat berbuka puasa tadi, iseng-iseng saya nonton TV yang sangat jarang saya lakukan selama waktu berbuka. Bukannya kenapa-napa, hanya supaya acara buka puasa cepat selesai hingga bisa segera jamaah salat maghrib bersama anak istri di rumah.Kebetulan, ada acara reality show mikrofon pelunas hutang di salah satu stasiun TV swasta nasional yang sukses menyita waktu berbuka saya. Sebut saja Asep (saya lupa nama sebenarnya), seorang pemuda umur 21 tahun yang jadi peserta malam ini dengan hutang sebesar 20 juta lebih. Seorang pemuda penjual sate ayam keliling yang terlilit hutang untuk beaya pengobatan almarhum ayahnya yang menderita kanker kelenjar getah bening. Penghasilan Asep dari berjualan sate keliling paling besar hanya 75 ribu yang dipakai untuk beaya hidup sehari-hari, bayar sewa kontrakan dan sebagian pula bila ada sisa masih dikirim ke kampung untuk ibu dan adik-adiknya sepeninggal ayahnya. Sungguh penghasilan yang sangat kurang untuk hidup yang layak. Semua yang hadir di studio melelehkan air mata mendengar kisah Asep.
Asep menjadi peserta acara tersebut bukan atas kemauan sendiri tapi didaftarkan oleh Mulkis, teman satu kontrakan, seorang pemuda sebaya dengan Asep yang bernasib tidak lebih baik dari Asep dan bekerja serabutan untuk hidup. Kita akan membahas Mulkis, bukan Asep.
Mulkis hadir di acara dan diwawancarai oleh Okky Lukman, Host acara tersebut. Dengan lugu dia bercerita soal Asep, temannya yang dia daftarkan karena banyak hutang. Dia juga berkisah bahwa Asep juga sering bercerita padanya tentang hutangnya yang menumpuk dan kesulitan-kesulitan hidup.
Saat ditanya apakah dia (Mulkis) kadang memberi uang pada Asep, dengan polosnya dia menjawab :
"Asep sudah saya anggap saudara, jadi ya sering saya kasih uang. Saya kasihan lihat dia"
Sungguh mulia hati Mulkis. Walau hidupnya tidak lebih baik dari Asep tapi masih mau berbagi. Masih memikirkan temannya hingga didaftarkan di acara mikrofon pelunas hutang. Kekurangan ekonomi tidak menjadi halangan Mulkis untuk tetap memberi dengan sekuat kemampuannya.
Di saat sebagaian besar dari kita lebih mementingkan diri sendiri dan menjadi buta hati sedikit demi sedikit, masih ada Mulkis yang sadar dan bisa menginspirasi kita untuk berbagi dengan sesama.
Marilah kita jadikan bulan Ramadhan ini sebagai momentum untuk berbagi dan lebih peduli dengan sesama, setidaknya dengan orang-orang sekitar kita. Semoga kita bisa menjadi Mulkis bagi sesama.
Komentar
Posting Komentar